KISAH 100 ULAMA YANG MENGUJI KEWALIAN DAN ILMU SYECH ABDUL QADIR
Jumat, 09 Februari 2024
Edit
Hari-hari pun terus berlalu tanpa terasa,perhatian masyarakat semakin tertuju kepada pribadi Syech Abdul Qodir yang telah tersohor kewaliannya, terlebih lagi para ulama serta para ilmuwan yang berada di kawasan Iraq dan sekitarnya
Mereka sangat penasaran dan ingin membuktikan karomah orang yang dikenal sebagai waliyullah.
Suatu ketika sejumlah seratus orang ulama dan ilmuwan berkumpul di sebuah tempat,mereka sepakat untuk menguji pengetahuan Syech Abdul Qodir dengan keahliannya masing-masing.
Sejumlah masalah yang dianggap pelik telah mereka siapkan untuk dikemukakan kepada beliau. Pada hari yang telah ditentukan mereka berduyun-duyun datang kepada Syech Abdul Qodir di sebuah majelis.
Atas hidayah Allah Swt, Syech Abdul Qodir dapat mengetahui maksud kedatangan para tamunya. Namun beliau tetap tenang dan tidak mengurangi keramahannya.
Setelah mempersilahkan duduk,Syech Abdul Qodir menundukkan kepala memohon pertolongan Allah Swt.
Anehnya suasana yang semula tenang berubah menjadi ramai,para tamu tampak gelisah seperti orang yang tidak betah berada di suatu tempat.
Dada sang waliyullah(Syech Abdul Qodir) mengeluarkan cahaya dan menarik perhatian orang-orang yang berada di hadapannya.
Tatkala perhatian mereka tertuju kepada Syech Abdul Qodir, tiba-tiba cahaya itu mengeluarkan kilat yang menyilaukan mata dan menyambar dada keseratus ulama dan ilmuwan tersebut.
Seketika itu juga hilanglah apa yang telah disiapkan untuk menguji kemampuan sang waliyullah. Tubuh mereka pada gemetar dan pucat berkeringat,
Perasaan binggung dan takut memenuhi relung-relung hatinya, para ulama dan ilmuwan menjadi linglung,
Bahkan yang lebih parah lagi mereka laksana orang kesurupan yang lupa diri. Melonjak-lonjak seperti orang gila dan berteriak-teriak laksana orang kecil yang ditinggal ibunya.
Sekali berteriak disertai merobek pakaiannya serta melepaskan tutup kepala, kemudian Syech Abdul Qodir duduk diatas kursi dan berbicara:
"Tenanglah,tuan-tuan semua telah lupa dengan masalah anda sendiri. Dan itulah jawabannya."
Suasana menjadi hening,mereka diam dan saling berpandangan antara satu sama lainnya seakan tidak ada daya untuk berbuat sesuatu.
Peristiwa yang baru terjadi telah membuka mata hati para ulama dan ilmuwan yang semula angkuh karena merasa memiliki kelebihan. Mereka baru sadar dan malu bahwa yang berada di hadapannya adalah bukan ulama biasa,
Tetapi seorang waliyullah yang sangat tinggi derajatnya. Bahkan lebih tepat disebut "Sulthanul Auliya'(ratunya para wali) atau Ghoutsu zaman" yang mempunyai tugas sebagai penolong umat dalam hal wusul atau makrifat kepada Allah wa rasulihi saw,
Maka sejak itulah mereka menaruh hormat dan tunduk kepada Syech Abdul Qodir. Sehingga tidak sedikit dari ulama dan masyarakat yang datang untuk membutuhkan bimbingannya agar selamat dunia dan akhirat.
Syech Abdul Qodir membimbing dan mengajak semua muridnya serta masyarakat untuk mengamalkan Islam secara benar dan sesuai dengan ajaran rasulullah, yakni mengerjakan syareat dan hakikat untuk menuju ma'rifat billah,
Karena pada saat itu kebanyakan umat Islam telah lupa diri, mereka mengamalkan agama dengan sepotong-potong menurut kemauannya sendiri.
Sehingga tidak sesuai dengan ajaran semula bahkan cenderung menyimpang karena terpengaruh oleh kebutuhan syahwat duniawi. Sebagai seorang waliyullah sekaligus guru dari murid-muridnya,maka Syech Abdul Qodir membimbing mereka untuk"fa firruu ilallah"(kembali sadar ke jalan Allah) dengan menundukkan hawa nafsu.
Pada suatu hari datang seorang yang membawa sebuah masalah yang belum terselesaikan karena tak satipun ulama di Baghdad dapat menjawabnya. Adapun pertanyaan yang diajukan kepada Syech Abdul Qodir sebagai berikut:
Ada seorang lelaki bersumpah. Kalau istrinya telah di talak tiga,maka ia akan beribadah kepada Allah sendirian yang ibadahnya tidak sedang dikerjakan oleh orang lain pada saat itu. Bagaimana agar ia dapat selamat dari sumpahnya dan ibadah apa yang harus ia kerjakan?
Maka Syech Abdul Qodir menjawab:
""Agar orang itu selamat dari sumpahnya. Maka ia harus pergi ke Makkah al Mukaramah dan menunggu sepinya orang thawaf. Apabila sudah sepi ,lalu mengerjakan thawaf tujuh kali.
Dengan demikian telah lepas dari sumpahnya dan tidak memliki tanggungan apa-ap