KISAH PENCIPTAAN NAFSU YANG PEMBANGKANG



Pengarang Kitab Tanbihul Ghafilin (peringatan bagi orang yang lalai) Abu Laits As-Samarqandi menceritakan kisah penciptaan Akal (al-Aql) dan Nafsu (Nafsun atau Nufusun). Saat penciptaan keduanya, ternyata Nafsu memiliki karakter yang degil, keras dan membangkang kepada Allah Ta'ala.

Dalam paparannya, Abu Laits As-Samarqandi menukil sebuah kitab karangan 'Ustman bin Hasan bin Ahmad Asy-Syaakir Al-Khaubawiyi, seorang ulama yang hidup pada abad ke 13 Hijrah. 

Beliau menerangkan ketika Allah Ta'ala menciptakan Akal, maka Allah berfirman yang artinya: "Wahai Akal menghadaplah engkau." Maka Akal pun menghadap ke hadapan Allah. Kemudian Allah berfirman: "Wahai Akal berbaliklah engkau!", lalu Akal pun berbalik menuruti perintah Allah.

Kemudian Allah Ta'ala berfirman lagi: "Wahai Akal! Siapakah aku?". Lalu Akal pun berkata, "Engkau adalah Tuhan yang menciptakan aku dan aku adalah hamba-Mu yang dhaif dan lemah". Lalu Allah Ta'ala berfirman: "Wahai Akal, tidak Ku-ciptakan makhluk yang lebih mulia daripada engkau."

Setelah itu, Allah Ta'ala menciptakan Nafsu, dan berfirman kepadanya: "Wahai Nafsu, menghadaplah kamu!". Nafsu tidak menjawab dan sebaliknya mendiamkan diri. Kemudian Allah Ta'ala berfirman lagi: "Siapakah engkau dan siapakah Aku?". Lalu nafsu berkata, "Aku adalah aku, dan Engkau adalah Engkau."

Setelah itu, Allah Ta'ala menyiksanya di dalam neraka jahim selama 100 tahun, dan kemudian mengeluarkannya. Kemudian Allah Ta'ala berfirman: "Siapakah engkau dan siapakah Aku?". Lalu Nafsu berkata, "Aku adalah aku dan Engkau adalah Engkau."

Lalu Allah Ta'ala memasukkan Nafsu ke dalam neraka Juu' (neraka yang penuh dengan rasa lapar) selama 100 tahun. Setelah dikeluarkan maka Allah Ta'ala berfirman: "Siapakah engkau dan siapakah Aku?". Akhirnya Nafsu mengakui dengan berkata, "Aku adalah hamba-Mu dan Engkau adalah Tuhanku."

Dalam kitab tersebut diterangkan bahwa dengan sebab itulah maka Allah Ta'ala mewajibkan puasa. Kisah ini memberi kita hikmah betapa membangkangnya Nafsu. Apabila seseorang tidak bisa mengendalikan (mengawal) nafsunya, maka ia akan mendapat kerugian yang amat besar.

Berikut firman Allah dalam Al-Qur'an:

يَا دَاوُودُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي الْأَرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوَىٰ فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ

"Wahai Daud! sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti Hawa Nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah...(QS Shad: 26)

Untuk diketahui, Nafsu merupakan bagian dari makhluk Allah. Nafsu bisa diartikkan sebagai ruh, nyawa, tubuh dari seseorang, darah, niat, orang dan kehendak atau keinginan (kecenderungan, dorongan) hati yang kuat. Secara istilah nafsu, adalah sesuatu yang lembut pada diri seseorang yang menimbulkan keinginan atau dorongan hati untuk memuaskan kebutuhan hidupnya.

Meskipun bukan hal yang mutlak buruk, nafsu memiliki kecederungan untuk menyimpang. Sedangkan Hawa Nafsu adalah kecondongan jiwa terhadap sesuatu yang disukainya sehingga keluar dari batas syari'at.

Imam Al-Ghazali dalam Kitab Ihya' 'Ulumiddin berkata, "Kebahagiaan adalah ketika seseorang mampu menguasai nafsunya. Kesengsaraan adalah saat seseorang dikuiasai nafsunya."

Mengenai Nafsu ini, Rasulullah SAW bersabda: "Tidaklah beriman salah seorang di antara kalian sampai ia menundukkan hawa nafsunya untuk tunduk pada ajaran yang aku bawa". (Imam An-Nawawi)

Demikian kisah penciptaan Akal dan Nafsu. Semoga Allah Ta'ala memberi kita taufik-Nya sehingga bisa mengendalikan dan menundukkan Nafsu.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel