KISAH TAUBAT PEMBUNUH 100 ORANG



Nabi Muhammad SAW bercerita, “Di antara (umat) sebelum kalian, ada seorang laki-laki yang telah membunuh 99 orang.” Suatu ketika, terbersit di hati pria tersebut akan siksaan Allah.


Dia berpikir, “Alangkah baiknya bila aku memohon ampunan-Nya sebelum ajal tiba. Namun, apakah taubat orang yang telah membunuh puluhan nyawa tak bersalah akan diterima?”

Pertanyaan itu sungguh-sungguh membebani pikiran dan hatinya. Dia kemudian menemui banyak orang untuk menanyakan tentang siapa (di antara mereka) yang paling berilmu.

Kemudian, dia diarahkan kepada seorang rahib (ulama kaum Yahudi). Dia pun mendatangi (rumah) rahib itu, untuk kemudian bertanya kepadanya.

Dia menceritakan telah membunuh 99 orang, apakah masih terbuka (pintu) taubat baginya? Rahib itu pun menjawab, “Tidak ada.”

Seketika, pria fasik itu membunuh sang rahib tersebut, sehingga genap sudah jumlah korbannya hingga seratus orang. Kisahnya tidak berhenti sampai di situ.

Sang pembunuh lantas menemui tokoh rahib lain. Kali ini, dia diterima seorang alim yang lain. Setelah menceritakan keadaan dan apa yang telah ia lakukan, dia pun bertanya, apakah masih terbuka taubat baginya?

Orang alim itu menjawab, “Ya. Siapa pula yang menghalang-halangi untuk bertaubat? Pergilah dari kota ini dan (bergegaslah menuju) sebuah kota di sana. Karena di sana ada kaum yang taat beribadah kepada Allah. Beribadahlah bersama mereka, jangan kembali ke negerimu. Dan berbuatlah seperti yang mereka perbuat. Sebab, negerimu itu telah menjadi negeri yang buruk.”

Atas saran orang alim itu, sang pembunuh segera hijrah dari negeri asalnya. Pria yang telah menewaskan seratus nyawa itu ingin memulai babak baru kehidupan, di negeri tujuan yang berisi banyak orang saleh dan ingin berbuat layaknya orang saleh.

Rasulullah SAW melanjutkan kisahnya. Dia (sang pembunuh 100 jiwa) pun berangkat. Saat tiba di persimpangan jalan, ajal datang menjemputnya. Maka, (datanglah) Malaikat Rahmat dan Malaikat Azab, (keduanya) memperebutkannya.

Malaikat Rahmat berkata, “Dia datang dalam keadaan bertaubat dan menghadapkan hatinya kepada Allah.” Sementara, Malaikat Azab berkata, “Dia belum melakukan satu kebaikan pun.”

Akhirnya, turun sesosok malaikat yang berwujud manusia. Kemudian, keduanya (Malaikat Rahmat dan Malaikat Azab) sepakat untuk menjadikannya sebagai penengah. Dia berkata, “Ukurlah jarak di antara tanah (tempat kematian sang pembunuh). Lalu perhatikan, ke arah mana dia lebih dekat. Maka berarti dia termasuk penghuni tempat itu.”

Saat kedua malaikat itu sedang mengukur. Allah pun memerintahkan bumi tempat asal si pembunuh itu untuk menjauh. Masing-masing pun mengukurnya.

Ternyata, pria tersebut lebih dekat sejengkal ke arah (negeri) yang hendak dia tuju. Maka Malaikat Rahmat kemudian menemani jiwanya.

Pintu Taubat Terbuka Lebar

Kisah tersebut membuka pintu harapan bagi siapapun orang beriman yang hendak meraih ampunan Allah SWT. Dalam al-Quran Surat az-Zumar ayat 53, Allah mengingatkan, “Katakanlah, Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Si lelaki itu tidak tahu bahwa taubatnya akhirnya diterima oleh Allah. Ia hanya berusaha untuk bertaubat dengan sebenar-benarnya

Semoga kisah ini menjadi perantara Hidayah dari ALLAH kepada kita semua, terutama kepada saya yang penuh dosa ini

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel