KISAH UMAR BIN KHATTAB BERDIALOG DENGAN HAJAR ASWAD



Az-Zabidi dalam Itḫâfus Sâdatil Muttaqîn mengisahkan, begitu Allah selesai menciptakan Nabi Adam, diusaplah punggung Adam dan keluar keturunan-keturunannya yang berjanji kepada Allah untuk menyembah dan menaati-Nya. 

Janji itu ditulis dalam sebuah kertas yang dimasukkan ke mulut Hajar Aswad.  Kelak, di akhirat batu mulai itu memiliki kedua mata dan mulut untuk menjadi saksi atas janji anak cucu Adam dulu

Batu Hajar Aswad merupakan sebuah batu mulia yang berada di bangunan Ka'bah, yang dianggap menciumnya adalah suatu kesunahan

Ya, memang Nabi Muhammad SAW pernah mencium batu mulia Hajar Aswad yang ada di Ka'bah, dan hal ini diketahui oleh sahabat Umar bin Khattab.

Dan dalam Islam dipahami bahwa apa yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW merupakan aktivitas yang bernilai sunnah.

Karena Nabi Muhammad SAW pernah mencium batu Hajar Aswad, maka orang yang menciumnya saat ini pun dapat bernilai sunnah dengan niat ikut Rasul SAW.

Hal yang sama juga dialami oleh Umar bin Khattab disaat akan mencium batu Hajar Aswad, namun sebelum mencium terjadi dialog terlebih dahulu.

"Sungguh, aku tahu kau ini hanya batu yang tidak bisa berbuat apa-apa. Andai saja Nabi tidak menciummu, aku pun tak akan pernah menciummu!" Ungkap Sahabat Umar seakan-akan ia memarahinya

Setelah Umar mencium batu itu, ia menangis dengan keras dan menoleh ke belakang. Ternyata ada Ali bin Abi Thalib. 

Umar berkata, “Wahai Abul Hasan (Ali bin Abi Thalib), di sinilah tempat menumpahkan air mata dan doa-doa yang dikabulkan.”  Ali kemudian berkata, “Wahai Amirul Mu’minin, Hajar Aswad ini bisa memberi mudharat dan manfaat.”  “Bagaimana mungkin?” kata Umar.

“Sesungguhnya ketika Allah mengambil janji atas atas keturunan Adam, Dia menetapkan suratan dan meletakannya pada Hajar Aswad. 

Batu tersebut akan menjadi saksi bagi umat Muslim yang menepati janjinya, demikian pula menjadi saksi bagi orang kafir yang mengingkarinya,” jawab Ali menjelaskan.

Sekilas sikap Umar terhadap Hajar Aswad di atas seolah menunjukkan dirinya tidak mempercayai keutamaan-keutamaan yang dimiliki oleh batu mulia itu. 

Tapi jika ditelisik lebih dalam, ada hikmah besar di balik ucapannya. Saat peristiwa ini terjadi, kualitas keimanan masyarakat Makkah yang belum kokoh mengingat mereka belum lama memeluk Islam. 

Ucapan Umar tersebut untuk mengantisipasi agar jangan sampai orang-orang meyakini ada batu yang bisa memberi mudharat dan manfaat dengan sendirinya sebagaimana dulu orang Arab jahiliyah meyakini berhala-berhala memiliki kemampuan demikian. 

Jadi, Umar tetap meyakini sejumlah keistimewaan yang dimiliki Hajar Aswad, termasuk bisa melebur dosa dengan mencium atau menyentuhnya. 

Hanya saja, Umar menyesuaikan sikapnya itu di tengah-tengah masyarakat Makkah agar tidak terjadi salah persepsi. Selain itu, hikmah lain dari sikap Umar di atas menunjukkan ketaatan seorang umat Nabi untuk menjalankan sunnah Rasulnya. 

Kesediaan Umar mencium Hajar Aswad atas dasar ittiba’ (mengikuti perbuatan Nabi) merupakan bukti ketakwaannya. Umar tidak bertanya apa sebabnya Nabi mencium batu tersebut, ia hanya mengikuti apa yang Nabi lakukan.



Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel