KISAH PEMILIK SAPI BETINA DALAM SURAH AL-BAQARAH


Tersebutlah di kalangan Bani Israil seorang kaya raya bernama Syam`un. Dia mempunyai saudara sepupu yang fakir bernama Uhaihah. Tidak ada ahli waris selain dirinya. Ketika orang kaya tersebut tidak lekas mati, maka Uhaihah membunuhnya agar dia dapat mewarisi hartanya.

Untuk menutupi kesalahannya, Uhaihah membawa mayat Syam`un ke pinggir kota. Tujuannya supaya penduduk kedua kota saling menuduh satu sama lain.

Pagi itu, mayat Syam`un ditemukan oleh Yahuda yang saat itu ditemani istrinya. “Mayat siapa ini suamiku?”

“Dia Syam`un pedagang kaya yang tinggal di tengah kota. Aku juga mengenalnya”

Mereka pun segera memberitahukan kematian Syam`un kepada keponakannya Uhaihah. Agar tidak dicurigai, Uhaihah menampakkan rasa terkejut dan meratap keras.

Uhaihah menuduh penduduk kota sebelah yang melakukan. Itu sebabnya penduduk kota Uhaihah berbondong-bondong hendak menyerbu kota sebelah. Rencana penyerangan itu tercium penduduk kota tetangga. Mereka pun bersiap-siap menyongsong kedatangan kota Uhaihah.

Ketika suasana semakin memanas, seorang kakek tua muncul dan berusaha untuk meredakan ketegangan. “Saudara sekalian jangan biarkan setan menguasai kalian. Kalian telah termakan fitnah atas kematian saudagar renten ini. Aku yakin kalian semua membencinya karena dia adalah orang terkaya yang sukses membungakan uang,” katanya.

“Kakek, caranya berdagang bukan alasan untuk membenarkannya dibunuh,” ujar penduduk kota Uhaihah

“Ya…, engkau benar. Tapi kematiannya juga bukan alasan yang tepat untuk bertikai. Sekarang temui Nabi Musa . Bukankah di tengah-tengah kita ada seorang Rasul? Adukan perkara ini kepada beliau”

Mereka pun menemui Nabi Musa AS. Nabi Musa pun tertegun, sesaat kemudian masuk dan berdoa. Ia memohon kepada Allah SWT agar membantunya memecahkan masalah ini. Tak lama kemudian Nabi Musa keluar dan memerintahkan mereka agar menyembelih sapi.

رُÙƒُÙ…ْ Ø£َÙ† تَØ°ْبَØ­ُوا۟ بَÙ‚َرَØ©ً ۖ Ù‚َالُÙˆٓا۟ Ø£َتَتَّØ®ِØ°ُÙ†َا Ù‡ُزُÙˆًا ۖ Ù‚َالَ Ø£َعُوذُ بِٱللَّÙ‡ِ Ø£َÙ†ْ Ø£َÙƒُونَ Ù…ِÙ†َ ٱلْجَٰÙ‡ِÙ„ِينَ

Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina". Mereka berkata: "Apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan?" Musa menjawab: "Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil". (QS. Al-Baqarah: 67).

Ketika orang-orang mengetahui bahwa menyembelih sapi merupakan rencana dari Allah SWT, maka mereka menanyakan ciri-ciri sapi tersebut kepada Nabi Musa AS.

Ternyata di balik hal tersebut ada hikmah besar, yaitu bahwa di kalangan Bani Israil terdapat orang saleh. Dia punya anak laki-laki yang masih kecil. Dia juga memiliki anak sapi betina. Dia membawa anak sapi tersebut ke dalam hutan dan berkata, “Ya Allah, saya menitipkan anak sapi ini kepada-Mu untuk anakku kelak jika dia dewasa.”

Selanjutnya orang saleh ini meninggal dunia, sehingga anak sapi ini masih di hutan sampai bertahun-tahun. Anak sapi itu berlari setiap kali dilihat oleh orang. Ketika anak orang saleh tadi telah dewasa, dia menjadi anak yang berbakti kepada kedua orang tuanya.

Tiap pagi dia mencari kayu bakar yang ditaruh di punggungnya, lalu datang ke pasar untuk menjual kayunya itu. Kemudian dia menyedekahkan sepertiga dari hasil menjual kayu itu, memakan sepertiganya, dan sepertiganya lagi diberikan kepada sang ibu.

Pada suatu hari sang ibu berkata kepadanya, “Sesungguhnya ayahmu telah mewariskan anak sapi betina untukmu yang dia titipkan kepada Allah SWT di hutan ini, maka berangkatlah! Berdoalah kepada Rabb Nabi Ibrahim AS, Nabi Ismail AS, dan Nabi Ishaq AS agar mengembalikan anak sapi tersebut kepadamu. Ciri-cirinya, jika engkau melihatnya, kamu membayangkan seakan-akan sinar matahari memancar dari kulitnya. Dia diberi nama Al-Mudzahhabah karena keindahan dan kejernihannya.”

Kemudian anak tersebut memasuki hutan, lalu dia melihat anak sapi sedang merumput, lantas dia memanggilnya dengan mengatakan, “Saya bermaksud kepadamu dengan menyebut nama Rabb Nabi Ibrahim AS, Nabi Ismail AS, dan Nabi Ishaq AS.” Kontan sapi itu menengok ke arahnya dan berjalan mendekatinya. Dia lalu memegang lehernya dan menuntunnya.

Dengan izin Allah SWT, tiba-tiba sapi tersebut bicara, “Wahai anak yang berbakti kepada kedua orang tua! Tunggangilah aku, karena hal itu lebih meringankanmu.’

Anak tersebut berkata, “Sesungguhnya ibuku tidak memerintahkanku melakukan hal itu. Akan tetapi, beliau berkata ‘peganglah lehernya.’”

Sapi itu berkata, “Demi Rabb Bani Israil, jika engkau menunggangiku, niscaya kamu tidak dapat menguasaiku untuk selamanya. Ayo berangkat! Sungguh, jika engkau memerintahkan gunung melepaskan diri dari pangkalnya dan berjalan bersamamu, niscaya ia melakukannya lantaran baktimu kepada ibumu.”

Lantas pemuda tersebut berjalan bersama sapi menemui ibunya. Sang ibu berkata kepadanya, “Sesungguhnya engkau orang fakir. Engkau tidak memiliki harta. Engkau kerepotan mencari kayu bakar di siang hari dan melakukan qiyamul lail di malam hari. Oleh karena itu, pergilah. Jual sapi ini!”

Si anak bertanya , “Saya jual dengan harga berapa?”

Ibunya menjawab, “Tiga dinar. Engkau jangan menjual tanpa pertimbanganku.” Harga sapi telah dipatok tiga dinar. Sang anak pun berangkat ke pasar.

Lalu Allah SWT mengutus malaikat agar dia melihat makhluk-Nya dan kekuasaan-Nya sekaligus untuk menguji pemuda tersebut bagaimana baktinya kepada ibunya. Sungguh, Allah SWT mengetahui hal tersebut.

Sang malaikat bertanya, “Kamu jual sapi ini dengan harga berapa?”

Dia menjawab, “Tiga dinar. Dengan catatan ibuku meridhainya.”

Lantas malaikat berkata, “Saya beli enam dinar. Tetapi engkau tidak perlu meminta persetujuan ibumu.”

Pemuda itu berkata, “Seandainya engkau memberiku emas seberat sapi ini pun, saya tidak akan mengambilnya melainkan dengan ridha ibuku.”

Kemudian dia membawa pulang sapi kepada ibunya dan dia menceritakan tentang harganya.

Lalu sang ibu berkata, “Kembali lagi! Juallah dengan harga enam dinar berdasarkan ridha dariku.’

Dia pun berangkat ke pasar dan menemui malaikat. Sang malaikat bertanya, “Apakah engkau telah meminta persetujuan ibumu?”

Pemuda itu menjawab, “Beliau menyuruhku agar tidak mengurangi harganya dari enam dinar dengan catatan saya meminta persetujuan ibu.”

Sang malaikat berkata, “Saya akan memberimu dua belas dinar.”

Pemuda itupun menolak, lalu kembali kepada ibunya dan menceritakan hal tersebut kepadanya.

Ibunya berkata, “Sungguh, orang yang mendatangimu adalah malaikat dalam bentuk manusia untuk mengujimu. Jika dia mendatangimu lagi, katakan padanya, ‘Apakah engkau memerintahkan kami untuk menjual sapi ini ataukah tidak?”

Pemuda itu pun melakukan hal tersebut, lalu malaikat berkata, “Kembalilah kepada ibumu. Dan tolong sampaikan padanya, ‘Biarkanlah sapi ini. Sungguh Nabi Musa bin Imran ‘alaihissalam akan membelinya dari kalian untuk mengungkap korban pembunuhan seseorang di kalangan kaum Bani Israil. Janganlah engkau menjualnya kecuali dengan kepingan dinar yang memenuhi kulitnya. Oleh karena itu, tahan dulu sapi ini.’”

Allah SWT memang menakdirkan orang-orang Bani Israil yang menyembelih sapi itu. Mereka terus-menerus menanyakan ciri-ciri sapi tersebut dan ternyata ciri-ciri yang diberikan sesuai dengan ciri-ciri sapi pemuda saleh tersebut. Hal ini merupakan imbalan bagi pemuda tersebut atas baktinya kepada sang ibu sebagai anugerah dan kasih sayang.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel